HUKUM KEPEGAWAIAN
HUKUM KEPEGAWAIAN.
Ø
-Sesuai
dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa
dalam pemerintahan dan dalam hidup negara yang penting adalah semangat para
penyelenggara negara, maka dari itu aspek-aspek tersebut tadi yang terpenting adalah Bidang Kepegawaian.asila
Ø-Kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional terutama tergantung dari
kesempurnaan aparatur negara dan pegawai negeri yang sempurna merupakan faktor
penentu pokok bagi kesempurnaan aparatur negara.
Ø
-Pemerintah
dalam mengantar RUU tentang pokok-pokok
kepegawaian ini mengatakan bahwa Pegawai Negeri yang sempurna adalah pegawai
negeri yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan
Pemerintah, serta bersatu padu, bermintal baik, berwibawa, kuat, berdaya guna,
bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur
utama Aparatur Negara untuk kepentingan masyarakat.
Demikianlah pegawai
negeri yang dicita-citakan.
SEJARAH SINGKAT
KEPEGAWAIAN.
- Tanggal 7 Maret
1942 Panglima Angkatan Bersenjata Belanda menyerah tanpa syarat kepada Bala
Tentara Kerajaan Jepang, maka untuk mencegahtimbulnya kekesongan dibidang
pemerintahan setelah pemerintah " Nederland Oost Indie " , diambil
tindakan pertama yang dilakukan oleh Pemerintah Tentara Pendudukan Jepang
adalah menyatakan terus berlakunya
segala peraturan perundangan yang ada, kecuali jika bertentangan dengan
peraturan-peraturan yang akan dikeluarkan.
-Tanggal 15 Agustus
1945 Kerajaan Jepang bertekuk lutut kepada Negara-Negara Sekutu.
Tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah
Indonesia secara resmi dinyatakan, bahwa semua bekas Pegawai Pemerintah
Pendudukan Jepang menjadi pegawai Negara RI.
-Setelah Belanda
datang kembali dibumi Indonesia dengan membawa Tentara beserta Nicanya, dalam
perkembangan kemudian para pegawai tersebut terpecah dalam dua bagian besar
yang masing-masing mengalami perkembangan berbeda-beda. Sebagian besar pegawai
yang tinggal di daerah Pendudukan Belanda menjadi pegawai Belanda, selain itu
Tentara Pendudukan Belanda menambah jumlah pegawainya.
Pegawai negeri yang
setia kepada RI juga banyak jumlahnya malahan jumlah ini ditambah lagi oleh
Pemerintah RI, karena dibutuhkan untuk dapat melanjutkan perjuangan melawan
Belanda.
Perang Kemerdekaan
Pertama dan Kedua yang mengakibatkan banyak daerah-daerah RI berhasil diduduki
oleh Tentara Belanda, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan dibidang
kepegawaian
Bayak
pegawai-pegawai yang ikut terus berjuang bersama-sama TNI, tetapi sebaliknya
banyak juga yang tetap tinggal di daerah pendudukan Belanda, mereka ada yang
bekerjasama dengan Belanda dan ada yang tidak (Koperator dan Non Koperator).
Sementara
Pemerintah RI maupun Pemerintah pendudukan Belanda masing-masing mengeluarkan
peraturan-peraturannya sendiri dibidang kepegawaian.-Tanggal 27 Desember 1949
penyerahan Kedaulatan,
semua pegawai
Belanda dan semua Pegawai RI bergerilya maupun yang non Koperator menjadi
pegawai RIS.
- Pada bulan
Agustus 1950 terbntuk Negara Kesatuan, semuanya menjadi pegawai RI.
Dapat dibayangkan
kesulitan-kesulitan yang dialami oleh Pemerintah pada waktu itu dalam usaha
penempatan dan penertiban para pegawai tersebut.
Dengan latar
belakang politik yang berbeda-beda dan dibawah naungan peraturan perundangan
yang berbeda-beda pula.
Banyak pegawai yang
mempunyai semangat dan jiwa patriot yang tinggi, tetapi kurang dibidang
keahlian,sebaliknya banyak yang ahli dipelbagai bidang,tetapi keadaan fisiknya
menyedihkan sekali ataupun loyalitasnya diragukan, sehingga tidak mungkin untuk
memenuhi semua pihak.
Timbulah
dimana-mana rasa tidak puas dan pegawai yang tidak puas mencari penyaluran rasa
tidak puasnya dengan caranya sendiri. Maka timbul gejala-gejala klik-klikan dan
kawanisme menuju kesatu "Spoils - System"dan manipulasi-manipulasi
dibidang kepegawaian.
Dibawah nauang UUDS
1950 berkecampuklah sistem Pemerintahan Parlementer yang didasarkan pada
Demokrasi Liberal - Individulis.
Usaha Presiden
Soekarno untuk menertibkan keadaan dengan mendekritkan kembali ke UUD 1945 (5
JULI 1959) dan melarang Peg. Neg. Gol. 3 menjadi anggota partai politik.
UU RI N0M0R 43
TAHUN 1999 TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UU NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG
POKOK-POKOK
KEPEGAWAIAN.
Pengertian Pegawai
Negeri :
BAB I
Pasal 1
Dalam UU ini yang
dimaksud dengan :
1. Pegawai Negeri
adalah setiap warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan,
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Pejabat yang
berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan
memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Pejabat yang
berwajib pejabat yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan
hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pejabat Negara
adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh UU.
5. Jabatan Negeri
adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-perundangn, termasuk didalamnya jabatan dalam kesekretaritan lembaga
tertinggi atau tinggi, dan kepaniteraan pengadilan.
6. Jabatan Karier
.diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan.
7. Jabatan Organik
adalah jabatan negeri yang mnjadi tugas pokok pada suatu organisasi
pemerintahan.
8. Menejemen PNS
adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas dan
derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban
kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangn kualitas,
penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian.
BAB II. :
JENIS,
KEDUDUKAN, KEWAJIBAN, DAN HAK PEGAWAI NEGERI.
Pasal 2 :
Jenis dan
Kedudukan.
1. Pegawai Negeri terdiri dari :
a.Pegawai Negeri Sipil;
b.Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c.Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
2. PNS. sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.
3. Disamping
Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang berwenang
dapat mengangkat pegawai tidak tetap.
Pasal 3. Kedudukan.
(1) Pegawai Negeri
berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara,
pemerintah, dan pembngunan.
(2) Dalam kedudukan
dan sebag aimana dimaksud dalam
ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
(3) Untuk menjamin
netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) PN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Pasal 4 Kewajiban.
Setiap PN wajib
setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam NKRI.
Pasal 7 Hak PN.
(1) Setiap PN
berhak memperoleh gaji yang adil dan layak
sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.
(2) Gaji yang
diterima oleh PN harus mampu memacu produktivitas
dan menjamin kesejahteraannya.
(3) Gaji PN yang
adil dan layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan PP.
Pasal 11 PN yang
menjadi Pejabat Negara.
(1) Pejabat Negara
terdiri atas :
a. Presiden
dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota MPR
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilab Rakyat
d. Ketua,
Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada
semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPA.
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK.
g. Menteri dan jabatan setingkat Menteri;
h.
Kepala Perwakilan RI di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar
Biasa dan berkuasa Penuh;
i. Gubernur
dan Wakil Gubernur;
j.
Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh UU
(2) PN yang
diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari jabatan orgniknya selama
menjadi Pejabat Negara
tanpa kehilangan statusnya sebagai PN.
(3) PN yang
diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan
organiknya.
(4) PN sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat
kembali dalam jabatan organiknya.
Bab III
MANAJEMEN PNS.
Pasal 12
Tujuan
Manajemen.
(1) Manajemen PNS
diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
secara berdayaguna dan berhasil guna.
(2) Untuk
mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan PNS yang
profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang
dilaksanakan berdasarkan sistem
prestasi kerja dan sistem karier yang dtitik beratkan pada sistem prestasi
kerja.
PASAL 13
Kebijaksanaan Manajemen.
(1) Kebijaksanaan
manajemen PNS mencakup penetapan
norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan,
pengembangan kualitas sumber daya PNS, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan,
pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan
hukum.
(2) Kebijaksanaan
manajemen PNS sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan.
(3) Untuk membantu
Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan memberikan pertimbangan tertentu dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan
Keputusan Presiden.
(4) Komisi
Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), terdiri dari 2 (dua) Anggota
Tetap yang berkedudukan sebagai Ketua
dan Sekretaris Komisi, serta 3(tiga) Anggota Tidak Tetap yang kemuanya diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketua dan
Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana
yang dimaksud dalam ayat (4) secara"
ex officio " menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
(6) Komisi
Kepegawaian Negara mengada siding sekurang-kurang
sekali dalam satu bulan.
Pasal 15.
(1) Jumlah dan
susunan pangkat PNS yang diperlukan ditetapkan dalam formasi.
(2) Formasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan untuk jangka waktu tertentu
berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan
Penjelasan :
(1) Formasi adalah
penentuan jumlah dan susunan pangkat PNS yang diperlukan untuk mampu
melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Jumlah PNS yang
diperlukan ditetapkan berdasarkan beban kerja suatu organisasi.
(2) Formasi
ditetapkan berdasarkan perkiraan beban kerja dalam jangka waktu tertentu dengan
mempertimbangkan macam-macam pekerjaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang
diperlukan untuk melaksana
kan tugas dan
hal-hal yang mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia yang diperlukan.
Pasal 16.
(1) Pengadaan PNS
adalah untuk mengisi formasi.
(2) Setiap warga
negara RI mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS setelah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
(3) Apabila pelamar
yang dimaksud dalam ayat(2) pasal ini diterima, maka ia harus melalui masa
percobaan dan selama masa percobaan itu, berstatus sebagai calon PNS.
(4) Calon PNS
diangkat menjadi PNS setelah melalui masa percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun dan selama-lamanya 2 (2) tahun.
Pasal 16 A.
(1) Untuk
memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pemerintah
dapat langsung menjadi PNS bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang
menunjang kepentingan Nasional.
(2) Persyaratan,
tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi PNS sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1), ditetapkan dengan PP.
Penjelasan (16)
(1) Pengadaan PNS
adalah untuk mengisi formasi yang lowong. Lowongnya formasi dalam suatu
organisasi pada umumnya disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya PNS yang keluar
berhenti atau adanya perluasan organisasi. Karena pengadaan PNS untuk mengisi
formasi yang lowong, maka penerimaan PNS harus berdasarkan kebutuhan.
(2) Setiap warga
negara yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan
Perundang-Undangan mempunyai kesempatan yang sama, untuk melamar menjadi PNS.
Hal ini berarti bahwa pengadaan PNS harus didasarkan semata-mata atas
syarat-syarat obyektif yang telah ditentukan dan tidak boleh didasarkan atas
golongan, agama, atau daerah.
(3) Setiap pelamar
yang diterima harus melalui masa percobaan dan selama masa percobaan itu ia
berstatus sebagai calon PNS yang bersangkutan diberikan gaji pokok dan
penghasilan lain menurut Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
(4) Lamanya masa
percobaan adalah sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan selama-lamanya 2
(dua)tahun, Apabila dalam masa percobaan itu ia dipandang tidak cakap, maka ia
dikeluarkan dan apabila cakap diangkat menjadi PNS. Calon PNS yang dalam 1
(satu) tahun telah memenuhi
syarat-syarat yang diperlukan dengan segera diangkat menjadi PNS.
Pasal 17.
(1) PNS diangkat
dalam jabatan dan pangkat tertentu.
(2) Pengangkatan
PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesional sesuai
dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat untuk jabatan itu serta
syarat-syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras
atau golongan.
(3) Pengangkatan
PNS dalam pangkat awal ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal.
Penjelasan ( pasal
17 ) :
(1) Yang dimaksud
dengan pangkat adalah kedudukan yang menunjukan seseorang PNS dalam rangkaian
susunan kepegawaian dan digunakan dasar penggajian.
Yang dimaksud
dengan jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tanggung jawab, wewenang dan
hak sesorang PNS dalam rangka susunan
suatu satuan organisasi.
Pengertian jabatan
dapat ditinjau dari 2 (dua) sudut, yaitu setruktural dan sudut fungsional.
Jabatan dari sudut
struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi
seperti, Sekretaris, Sekretaris Jendral, Direktur, Kepala Seksi dan lain-lain.
Jabatan dari sudut
fungsional adalah jabatan yang ditinjau dari sudut fungsinya dalam suatu
organisasi, seperti Peneliti, Dokter Ahli Penyakit Jantung dan lain-lain yang
serupa dengan itu.
PNS diangkat dalam
suatu pangkat dan suatu jabatan sesuai dengan kecakapan, pengabdian dan
prestasi kerjanya menurut Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
(2) Dalam rangka
pelaksanaan sistem karier dan sistem prestasi kerja, maka harus ada pengaitan
yang erat antara kepangkatan dan jabatan atau dengan perkataan lain perlu
adanya pengaturan tentang jenjang kepangkatan pada setiap jabatan.
PNS yang diangkat
dalam suatu jabatan pangkatnya harus sesuai dengan pangkat yang ditetpkan untuk jabatan itu.
Dalam jabatan
struktural PNS yang berpangkat lebih rendah tidak dapat membawahi langsung PNS
yang berpangkat lebih tinggi.
PASAL 18.
(1) Pemberian
kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan kenaikan pilihan.
(2) Setiap PNS yang
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan berhak atas kenaikan pangkat reguler.
(3) Pemberian kenaikan pilihan adalah penghargaan
atas prestasi kerja PNS yang bersangkutan.
(4) Syarat-syarat kenaikan pangkat reguler
adalah prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman dan
syarat-syarat obyektif lainnya.
(5) Kenaikan pangkat pilihan disamping harus
memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini harus pula
didasarkan atas jabatan yang dipangkunya dengan memperhatikan daftar urutan
kepangkatan .
(6) PNS yang tewas diberikan kenaikan pangkat
setingkat lebih tinggi secara Anumerta
Pejelasan (pasal
18).
(1) Pemberian
kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat pilihan.
Yang dimaksud
dengan kenaikan pangkat reguler adalah apabila seorang PNS telah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dapat dinaikan pangkatnya tanpa terikat pada
jabatan. Kenaikan pangkat reguler sampai dengan tingkat pangkat tertentu
umpamanya sampai dengan III/d PGPS 1968.
Yang dimaksud
dengan kenikan pangkat pilihan adalah kenaikan pangkat yang disamping harus
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan juga harus ada jabatan atau dengan
perkataan lain, walaupun seseorang PNS telah memenuhi syarat-syarat umum untuk
kenaikan pangkat, tetapi jabatannya tidak sesuai untuk pangkat itu, maka ia
belum dapat dinaikan pangkatnya.
Tingkat pangkat
untuk kenaikan pangkat pilihan dapat ditentukan umpamanya mulai IV/ a keatas
PGPS 1968.
Peraturan
Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 48 Tahun 2005
Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon PNS.
Pasal 3.
(1) Pengangkatan
Tenaga Honorer mejadi Calon PNS diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas
sebagai :
a. guru;
b. tenaga kesehatan
pada sarana pelayanan kesehatan;
c. tenaga penyuluh
di bidang pertanian, perikanan, peternakan;dan
d. tenaga teknis
lainnya yang dibutuhkan pemerintah.
(2) Pengangkatan
tenaga honorer sebagaimana gimaksud pada ayat (1) didasarkan pda:
a. usia paling
tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling 19 (sembilan belas) tahun; dan
b. masa kerja
sebagai tenaga honorer paling sedikit 1
(satu) tahun secara terus menerus.
(3) Masa kerja
terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku bagi
dokter yang telah selesai menjalani masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.
Pasal 4.
(1) Pengangkatan
tenaga honorersebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan melalui pemeriksaan
kelengkapan administrasi.
(2) Pengangkatan
tenaga honorer yang memenuhi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diprioristaskan bagi tenaga honorer yampunyai masa kerja lebih lama atau yang
usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun.
PP RI NOMOR 98
TAHUN 2000 TETANG PENGADAAN PNS.
Pasal 1.
1. Pengadaan PNS
adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong.
2. Pejabat Pembina
kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet,
Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala
Kepolisian Negara, Pimpinan Kesekreritaritan Lembaga Tertinggi / Tinggi
Negara, Gubernur dan Bupati / Walikota
Pasal 2.
1. Pengadan PNS
dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan,
pengangkatan Calon PNS sampai dengan pengangkatan menjadi PNS.
2. Pengadaan PNS
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pasal 3.
Setiap Warga Negara
RI mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS setelah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam PP ini.
Pasal 4.
Pejabat Pembina
Kepegawaian membuat perencanaan pengadaanPNS.
Pasal 5.
(1) Lowongan
formasi PNS diumumkan seluas-luasnya oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
(2) Pengumuman dilakukan paling lambat 15 (lima
belas) hari sebelum tanggal penerimaan lamaran.
(3) Dalam
pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan:
a. jumlah dan jenis
jabatan yang lowong;
b. syarat yang
harus dipenuhi oleh setiap pelamar;
c. alamat dan
tempat lamaran ditujukan; dan
d. batas waktu
pengajuan lamaran.
Pasal 6.
1. Syarat yang
harus dipenuhi oleh pelamar adalah:
. warga negara
Indonesia;
. berusia
serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun ;
. tidak pernah
dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;
. tidak pernah
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan
hormat sebagai PNS atau
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
. tidak
berkedudukan sebagai calon/Pegawai Negeri;
. mempunyai
pendidikan, kecakapan, keahlian dan ketrampilan yang diperlukan;
. berkelakuan baik;
. sehat jasmani dan
rohani;
. bersedia
ditempatkan diseluruh wilayah NKRI atau negara lain yang ditentukan oleh
pemerintah; dan syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan;
2 Pengangkatan
sebagai calon PNS dapat dilakukan bagi yang melebihi usia 35 (tiga puluh lima) tahun
berdasarkan kebutuhan khusus dan dilaksanakan secara selektif.
Pasal 11.
1. Pelamar yang
dinyatakan lulus ujian penyaringan dan
telah diberikan nomor identitas PNS diangkat sebagai Calon PNS.
2. pengangkatan
Calon PNS sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian.
3. Pengangkatan PNS
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dilakukan dalam tahun anggaran berjalan dan penetapannya tidak boleh berlalaku surut .
4. Golongan ruang
ditetapkan untuk pengangkatan sebagai Calon PNS adalah :
a. Golongan ruang
I/a bagi yang saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Surat
Tanda Tamat Belajar / Ijazah Sekolah Dasar atau yang setingkat.
b. Golongan ruang
I/c bagi yang saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Surat
Tanda Tamat Belajar / Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau setingkat.
c. Golongan ruang
II/a bagi yang pada saat melamar memiliki dan menggunakan Surat Tamat Belajar /
Ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Diploma I atau yang setingkat;
d. Golongan ruang
II/b bagi yang pada saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan
Surat Tanda Tamat Belajar / Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa atau
Diploma II;
e. Golongan ruang
II/C bagi yang pada saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan
Ijazah Sarjana Muda, Akademi atau Diploma III;
f. Golongan ruang
III/a bagi yang saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan Ijazah
Sarjana(S1) atau Diploma IV;
g. Golongan ruang
III/b bagi yang pada saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan
Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Magister(S2) atau ijazah yang setara;
h. Golongan ruang
III/c bagi yang pada saat melamar serendah-rendahnya memiliki dan menggunakan
Ijazah Doktor(S3).
5. Ijazah
sebagaimana dimaksud dalam ayat(4) adalah Ijazah yang diperoleh dari sekolah
atau perguruan tinggi negeri dan/ atau Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau
perguruan tinggi swasta yang telah diakreiiditasi oleh Menteri yang bertanggung
jawab dibidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan.
6. Ijazah yang
diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi diluar negeri hanya dapat dihargai
apabila telah diakui dan ditetapkan sederajat dengan Ijazah dari sekolah atau
perguruan tinggi negeri yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab
dibidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan."
Pasal 13. (
Ketentuan Pasal 13 diubah ).Sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai
berikut:
1. Masa Kerja yang
diperhitungkan penuh untuk penetapan gaji pokok pengangkatan pertama adalah:
a. selama menjadi
PN, kecuali selama menjalankangara cuti
diluar tanggungan negara;
b. selama menjadi
pejabat negara;
c. selama
menjalankan tugas pemerintahan;
d. selama
menjalankan kewajiban untuk membela negara;
atau
e. selama menjadi
pegawai/karyawan perusahaan milik
pemerintah;
2. Masa Kerja
sebagai pegawai/karyawan dari perusahaan yang berbadab hukum diluar lingkungan
badan-badan pemerintah yang tiap-tiap kali tidak kurang dari 1 (satu) tahun dan
tidak terputus-putus, diperhitungkan 1/2 (setengah) sebagai masa kerja untuk
penetapan gaji pokok dengan ketentuan sebanyak-banyaknya 8 (delapan)
tahun."
PERATURAN
PEMERINTAH R.I. NOMOR 97 THN 2000 TENTANG FORMASI PNS.
Pasal 1. Dalam PP
ini yang dimaksud dengan:
1. Formasi PNS yang
selanjutnya disebut dengan formasi adalah jumlah dan susunan pangkat PNS yang
diperlukan dalam suatu Satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas
pokok dalam jangka waktu tertentu.
2. Pejabat Pembina
Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris
Kabinet, Sekretris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Kepolisian Negara dan
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
3. Pejabat Pembina Kpegawaian
Propinsi adalah Gubernur.
4. Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota.
Pasal 2 . Formasi
PNS terdiri dari :
a. Formasi PNS
Pusat;
b. Formasi PNS
Daerah.
Pasal 3.
(1) Formasi PNS
Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun
anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang pendayagunaan
aparatur negara, setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara
berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat.
(2) Formasi PNS
Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pmeintah Daerah setiap tahun
anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah. Sebagai contoh, kalau satu mobil
pemadam kebakaran memerlukan pegawai sebanyak 5 (lima) orang dengan jam kerja 8
(delapan) jam perhari, maka hal ini berarti bahwa setiap mobil pemadam
kebakaran memerlukan 3x5 orang = 15 (lima belas) orang pegawai.
PERATURAN
PEMERINTAH RI NOMOR 30 THN 1980 TENTANG PERATURAN DISIPLIN PNS.
Pasal 1 : Dalam PP
ini yang dimaksud dengan :
a. Peraturan Disiplin
PNS adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila
kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh PNS;
b. pelanggaran
disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang melanggar
ketentuan Peraturan Disiplin PNS, baik yang dilakukn di dalam atau di luar jam
kerja;
c. hukuman disiplin
adalah yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar Peraturan hukumDisiplin PNS;
d. pejabat yang
berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang memjatuhkan hukuman
disiplin PNS;
e. atasan pejabat
yang berwenang menghukum adalah atasan langsung dari pejabat yang berwenang
menghukum;
f. perintah
kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang berwenang mengenai
atau yang ada hubungannya dengan kedinasan;
g. peraturan
kedinasan atau peraturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengenai
kedinasan atau yang ada hubungannya dengan ke dinasan.
Pasal 2 (Kewajiban
dan Larangan)
a. setia dan taat
sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;
b.
mengutamakkan kepentingan Negara di atas
kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang
dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri atau
pihak lain;
c. menjunjung
tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan PNS;
d inti/isi yang
pokok melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh
pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab .
Pasal 3.
(1) Setiap PNS
dilarang :
a. melakukan
hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau
PNS;
b. menyalahgunakan
wewenangnya;
c. tanpa ijin
Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing;
d. menyalahkan
gunakan barang-barang barang-barang,
uang, atau
surat-surat berharga milik negara;
e. memiliki,
menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan barang-barang,
dokumen,atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah;
f. melakukan
kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain di dalam
maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk kepentingan pribadi,
golongan atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
Negara.;
g. melakukan
tindakan yang bersifat negatifdengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya
atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerjanya;
h. menerima hadiah
atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau
patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan
dengan jabatan atau pekerjaan PNS yang bersangkutan;
Is/r isinya PNS harus berbuat dan tidak boleh
mencemarkan nama baik PNS.
HUKUMAN DISIPLIN (BAB III)
Pasal 4.
Setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 adalah
pelanggran disiplin.
Pasal 5.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan
perundangan-undangn piplinidana, PNS yang mlakukan pelanggaran disiplin
dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin.
Pasal 6.
(1) Tingkat Hukuman disiplin terdiri dari :
a.
hukuman disiplin ringan;
b.
hukuman disiplin sedang; dan
c.
hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a.
tegoran lisan;
b.
tegoran tertulis; dtulisan
c.
pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari:
a.
penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1(satu) tahun;
b.
penurunan gaji sebesar sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling
lama 1 (satu) tahun;
c.
penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:
a.
penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1(satu)
tahun;
b.
pembebasan dari jabatan;
c.
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS;
d.
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Pasal 7
(1) Pejabat yang berwenang menghukum adalah:
a.
Presiden bagi PNS yang:
1.
berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b keatas, sepanjang jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d;
2.
memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang
pengangkatan dan
pemberhentiannya berada ditangan Presiden, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat
(4) huruf b;
b.
Menteri dan Jaksa Agung bagi PNS dalam lingkungannya masing-masing, kecuali
jenis hukuman disiplin
sebagaimana dimaksud dalam;
1.
Pasal 6 ayat (4) huruf c dan huruf d bagi PNS yang berpangkat Pembina Tingkat I
golongan ruang IV/b keatas;
2.
Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi PNS yang
memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya
berada ditangan Presiden;
c. Pimpinan Kesekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi
Negara dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen bagi PNS dalam
lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin sebagaimana
dimaksud dalam:
1. Pasal 6 ayat (4) Huruf d;
2. Pasal 6 ayat (4) huruf c bagi PNS yang berpangkat
Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b keatas;
3. Pasal 6 ayat (4) huruf b bagi PNS yang memangku jabatan
struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan
pemberhentiannya berada ditangan
presiden;
d. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I bagi PNS Pusat yang
diperbantukan pada Daerah Otonom dan bagi PNS Daerah dalam lingkungan masing-masing, kecuali
jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 6
ayat (4) huruf c dan huruf d bagi PNS Pusat yang diperbantukan pada Daerah
Otonom;
2. Pasal 6
ayat (4) huruf d bagi PNS Daerah;
3. Pasal 6
ayat (4) huruf c bagi PNS Sipil Daerah yang
berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang
IV/b keatas;
e. Kepala Perwakilan RI diluar negeri bagi PNS yang dipekerjakan
pada Perwakilan RI diluar Negeri,dipekerjakan/diperbantukan pada negara sahabat
atau sedang menjalankan tugas belajar diluar negeri, sepanjang mengenai jenis
hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (4) huruf b.
BERITA TERKINI
BalasHapusNEWS
BISNIS
BERITA UNIK
KESEHATAN
TRAVEL
BERITA POKER