Jumat, 26 April 2013

HUKUM INTERNASIONAL


Membaca beberapa literatur utamanya yang terkait dengan Ilmu Hukum, maka akan kita temukan beberapa definisi/pengertian tentang “hukum”, dan definisi tentang “hukum” itu dapat pula kita temui dari kamus, ensiklopedi ataupun dari suatu aturan perundang-undangan.
Untuk melihat apa yang dimaksud dengan hukum, berikut akan diurai definisi “hukum” dari beberapa aliran pemikiran dalam ilmu hukum yang ada, sebab timbulnya perbedaan tentang sudut pandang orang tentang apa itu “hukum” salah satunya sangat dipengaruhi oleh aliran yang melatarbelakanginya.
Aliran Sosiologis
Roscoe Pound, memaknai hukum dari dua sudut pandang, yakni:
1. Hukum dalam arti sebagai tata hukum (hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya, atau tata sosial, atau tata ekonomi).
2. Hukum dalam arti selaku kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif (harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi hubungan mereka atau menentukan tingkah laku mereka).
Hukum bagi Rescoe Pound adalah sebagai “Realitas Sosial” dan negara didirikan demi kepentingan umum & hukum adalah sarana utamanya.

Jhering: Law is the sum of the condition of social life in the widest sense of the term, as secured by the power of the states through the means of external compulsion (Hukum adalah sejumlah kondisi kehidupan sosial dalam arti luas, yang dijamin oleh kekuasaan negara melalui cara paksaan yang bersifat eksternal).
Bellefroid: Stelling recht is een ordening van het maatschappelijk leven, die voor een bepaalde gemeenschap geldt en op haar gezag is vastgesteid (Hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di dalam masyarakat itu).
Aliran Realis
Holmes: The prophecies of what the court will do… are what I mean by the law (apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan, itulah yang saya artikan sebagai hukum).

Llewellyn: What officials do about disputes is the law it self (apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan, adalah hukum itu sendiri).
Salmond: Hukum dimungkinkan untuk didefinisikan sebagai kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan. Dengan perkataan lain, hukum terdiri dari aturan-aturan yang diakui dan dilaksanakan pada pengadilan.
Aliran Antropologi
Schapera: Law is any rule of conduct likely to be enforced by the courts (hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan).
Gluckman: Law is the whole reservoir of rules on which judges draw for their decisions (hukum adalah keseluruhan gudang-aturan di atas mana para hakim mendasarkan putusannya).
Bohannan: Law is that body of binding obligations which has been reinstitutionalised within the legal institution (hukum adalah merupakan himpunan kewajiban-kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam pranata hukum).
Aliran Historis
Karl von Savigny: All law is originally formed by custom and popular feeling, that is, by silently operating forces. Law is rooted in a people’s history: the roots are fed by the consciousness, the faith and the customs of the people (Keseluruhan hukum sungguh-sungguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga negara.

Aliran Hukum Alam
Aristoteles: Hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspressikan bentuk dari konstitusi; hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan dan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
Thomas Aquinas: Hukum adalah suatu aturan atau ukuran dari tindakan-tindakan, dalam hal mana manusia dirangsang untuk bertindak atau dikekang untuk tidak bertindak.
Jhon Locke: Hukum adalah sesuatu yang ditentukan oleh warga masyarakat pada umumnya tentang tindakan-tindakan mereka, untuk menilai/mengadili mana yang merupakan perbuatan yang jujur dan mana yang merupakan perbuatan yang curang.
Emmanuel Kant: Hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana terjadi kombinasi antara keinginan-keinginan pribadi seseorang dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain, sesuai dengan hukum-hukum tentang kemerdekaan.
Aliran Positivis
Jhon Austin: Hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, dimana otoritasnya merupakan otoritas tertinggi.
Blackstone: Hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa bagi orang-orang yang dikuasi, untuk ditaati.
Hans Kelsen: Hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia… Hukum adalah kaidah-kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi.





Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan, pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
(i) negara dengan negara
(ii) negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.

Perbedaan dan persamaan

Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.
Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).

[sunting] Bentuk Hukum internasional

Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
Hukum Internasional Regional 
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
Hukum Internasional Khusus 
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.

 Hukum Internasional dan Hukum Dunia

Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.
Masyarakat dan Hukum Internasional
  • Adanya masyarakat-masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional.
  1. Adanya suatu masyarakat Internasional. Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
  2. Asas hukum yang bersamaan sebagai unsur masyarakat hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat yaitu adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerech) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (ratio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.
  • Kedaulatan Negara : Hakekat dan Fungsinya Dalam Masyarakat Internasional.
Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:
  1. Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.
  2. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.
  • Masyarakat Internasional dalam peralihan: perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional.
Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia
  • Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara.
Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi, timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi.

 Sejarah dan Perkembangannya

Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Interansional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Zaman dahulu kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:
Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.

 Kebudayaan Yahudi

Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.
Lingkungan kebudayaan Yunani.Hidup dalam negara-negara kita.Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.
Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas “pacta sunt servanda” merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.

 Abad pertengahan

Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.
Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktekan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktek Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang.

Perjanjian Westphalia

Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di Kekaisaran Suci Romawi dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda.
Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah :
  1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .
  2. Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
  3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
  4. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.

 Ciri-ciri masyarakat Internasional

  1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.
  2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.
  3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
  4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.
  5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.
  6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.
  7. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.

Tokoh Hukum Internasional

  • Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktek negara dan perjanjian negara sebagai sumber Hukum Internasional disamping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.
  • Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.
  • Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaedah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.
  • Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.


1.1   Pengantar

Hukum Internasional atau sering disebut sebagai “Internasional Law” dalam mata kuliah ini merupakan lapangan hukum publik, di mana kualifikasi publik sering kali tidak disebutkan secara langsung, berbeda dengan hukum Internasional dalam lapangan hukum privat yang sering disebut sebagai “Hukum Perdata Internasional.

Perbedaan antara Hukum Internasional dalam pengertian publik dengan Hukum Perdata Internasional bukanlah ditinjau dari unsur perbedaan subyeknya dengan menyatakan bahwa subyek hukum Internasional Publik adalah negara sedangkan subyek hukum Internasional Perdata adalah individu. Dalam perkembangannya perbedaan semacam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab antara keduannya dapat memiliki subyek hukum negara ataupun individu. Oleh karena itu yang paling tepat adalah dengan meninjau urusan yang diatur oleh keduanya, jika mengatur urusan yang bersifat publik maka disebut sebagai Hukum Internasional Publik tetapi jika mengatur urusan yang bersifat perdata disebut sebagai Hukum Internasional Perdata. Sedangkan Persamaan antara Hukum Internasional Publik dengan Hukum Perdata Internasional adalah bahwa urusan yang diatur oleh kedua perangkat hukum ini adalah sama – sama melewati batas wilayah suatu negara.

Pengertian secara umum dari hukum Internasional adalah, bahwa istilah “hukum” masih diterjemahkan sebagai aturan, norma atau kaidah. Sedangkan istilah internasional menunjukankan bahwa hubungan hukum yang diatur tersebut adalah subyek hukum yang melewati batas wilayah suatu negara, yaitu hubungan antara negara dengan negara, negara dengan subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya, serta hubungan antara subyek hukum bukan negara satu dengan subyek hukum bukan negara lainnya.
Menyikapi konfrotasi pendapat yang berbeda antara para pakar Hukum Internasional mengenai sifat “hukum” dalam hukum Internasional : John Austin  yang mengatakan bahwa hukum Internasional adalah “bukan hukum”, hanya “properly so called”, “moral saja” dengan alasan yang mendasari bahwa  hukum Internasional tidak memiliki sifat “hukum”, yakni dalam hal:
1.   Hukum Internasional tidak memiliki lembaga legeslatif sebagai lembaga yang bertuga membuat hukum;
2.   Hukum Internasional tidak memiliki lembaga eksekutif sebagai lembaga yang melaksanakan hukum,
3.   Hukum Internasional juga tidak memilki lembaga yudikatif sebagai lembaga yang megakakan hukum,
4.   Hukum Internasional juga tidak memiki polisional sebagai lembaga yang mengawasi jalanya atau pelaksanaan hukum,
Dengan demikian menurut Kelsen, jika terdapat negara yang melanggar hukum internasional maka tidak ada kekuasaan apapun yang dapat memberikan sanksi kepada negara tersebut. Negara mau mentaati atau tidak terhadap ketentuan internasional itu adalah terserah dari negara yang bersangkutan. Jadi hukum internasional tidak tepat dikatakan sebagai hukum melainkan hanya norma saja atau adat istiadat saja.

Pendapat yang demikian kiranya perlu ditinjau ulang, sebab keraguan akan keberadaan lembaga eksekutif, legeslatif , yudikatif serta polisional dalam hukum iNternasional telah digantikan oleh peranan beberapa vbadang khusus sejak diber\ntuknya Organisasi Internasional PBB. Keberadaan lembaga pembuat undang-undang atau legeslatif dapat digantikan oleh kesepakatan-kesepatan yang dibuat oleh dan diantara subyek hukum Internasional baik yang bersifat bileteral, atau multilateral. Hal ini karena kedudukan negara sebagai subyek hukum Internasional adalah koordinatif atau sejajar. Tidak ada negara yang melebihi atau di atas negara yang lain. Lembaga penegak hukum atau yudikatif perannya dapat kita lihat keberadaan Mahkamah  Internasional  maupun
Arbitrase Internasional. Lembaga eksekutif tidak lain adalah subyek hukum internasional itu sendiri. Meskipun hukum INternasional tidakm memiliki sanksi yang tegas dan memaksa dalam pelaksanaannya, bukan berarti sifat aturan yang demikian tidak dapat dikategorikan sebagai ‘hukum’. Kita dapat melihat “hukum adat’ yang berlaku di Indonesia. Meskipun ‘hukum adat’ tersebut munculnya dari kebiasaan yang dilakukan oleh masyrakat, namun kebiasaan tersebut ditaati dan dilaksanakan meskipun tidak ada sanksi yang tegas. Jadi menurut pendapat penulis, Kelsen telah mencampur adukan antara pengertian efektifitas hukum dengan sifat hukum itu sendiri. Jika dalam perkembangannya atau pelaksaannya ternyata hukum Internasional masih banyak yang melanggar, maka hal yang demikian itu merupakan sisi belum efektifnya hukum Internasional, tetapi bukan berarti “hukum internasional” menjadi bukan hukum. Sebab pada kenyataanya masih banyak aturan-aturan yazng dibuat oleh dan antara subyek hukum Internasional yang masih di taati oleh negara-negara dan dilaksanakan.

Munculnya subyek hukum bukan negara sebagai salah satu subyek hukum Internasional adalah tidak terlepas dari perkembangan hukum Internasional itu sendiri. Semakin berkembangnya keberadaan organisasi Internasional, serta adanya organisasi-organisasi lain yang bersifat khusus yang keberadaannya secara fungsional kemudian diakui sebagai subyek hukum internasional yang bukan negara. Diantaranya adalah vatikan atau tahta suci, Palang Merah Internasional, Pemberontak atau Belligerent. Bahkan  pada perkembangannya tindakan individu yang mewakili negara dan bertindak dalam kapasitasnya sebagai wakil negara juga dianggap sebagai subyek hukum Internasional bukan negara.


1.2  Hukum Internasional dan Perkembangannya

1.1.1.  Sejarah Perkembangan H I
HI Klasik   : 4000 SM
HI Moderen   : beberapa ratus tahun yang lalu,
DITANDAI dg.



1.   Perjanjian Perdamaian Wesphalia (1618- 1648)
-   Menghakhiri Thirty Yaers War di Eropa
-   Persoalan anatar negara lepas dari persoalan gereja.
-   Telah didasarkan atas kepentingan nasional
-   Negara-negara mempunyai persamaan derajat
-   Timbulnya Rev. Perancis dan Rev. Amerika. (Pemerintahan Demokrasi).
2.   Konperensi Perdamaian  (1856) dan Konperensi Jenewa (1864), Konferensi Den Haag (1899).
-   Terbentuklah Mahkamah Arbitrase Permanen
3.   PD I ---- Perjanjian Versailles
-   Didirikan Liga Bangsa-bangsa (League Og Nations)
4.    PD II
-   Didirikan Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Organition).
-   Perjanjian Briand Kellocg Pact (1928) :  Melarang penggunaan Perang sebagai alat untuk mencapai Tujuan Nasional.

1.1.2.  Sifat dan Hakekat HI
Sifat HI
-   Tidak mengenal suatu kekuasaan eksekutif yang kuat
-   HI bersifat koordinatif tidak Sub ordinatif.
-   HI tidak memiliki badan-badan legeslatif dan yudikatif dan kekuasaan Polisional.
-   Tidak dapat memaksakan kehendak masyarakat Internasional sebagai kaidah Hukum Nasional.
Atas kelemahan di atas ada pendapat :
Hi tidak mempunyai sifat hokum, HI bukan hukum
      Tokoh: JL. Van Apeldoorn, John Austin, Spinoza, Jeremy Bethan.
  

JOHN AUSTIN   :











   Sejarah telah membuktikan bahwa pendapat John Austin dkk, adalah tidak benar:
 ALASAN   :
1.   Sifat Hukum tidak selamanya ditentukan oleh badan-badan tsb. Tidak berarti tidak ada badan maka tidak ada hukum,
Contohnya   : Hukum Adat Indonesia.
2.   Pendapat mereka telah menyamarakatan pengertian antara  dijalankannya hukum secara efektif dengan sifat dari Hukum.
3.   Lembaga legislative diisi : Perjanjian Internasional oleh MI
4.   Kebiasaan Internasional diterima sebagai hokum karena keyakinan.
5.   Badan Yudikatif   : diisi oleh Mahkamah Internasional dan Mahkamah Arbritase Permanent.

Hakekat HI

Hukum Internasional benar-benar mempunyai sifat hokum. Hakekat HI sbg hokum koordinasi tidak perlu diragukan lagi.


A.   Dasar-dasar berlakunya HI
Teori  Hukum Alam atau Kodrat (natural Law)
Hukum Ideal yang didasarkan atas hakekat manusia sebagai mahluk yang berakal, atau kesatuan kaidah-kaidah yang diilhami alam pada akal manusia.
HI tidak lain merupakan Hukum Alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa.
Kelemahan   :
-   konsep alam yang masih membutuhkan konsep rasio, keadilan, keagaman pada kenyataannya banyak menimbulkan kegaduhan.
-   Kurang jelas dan menjadi doktrin yang subyektif.
-   Tidak ada perhatian dalam praktek actual antar negara.
-   Bersifat sangat samar terutama berkaitan dengan keadilan dan kepentingan MI.
-   Dsb.
Kelebihan     :
-   menjadi dasar moral dan dasar etis HI

2.    Teori Positivisme
Kekuatan mengikatnya HI pada kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada HI
HI berasal dari kemauan negara dan berlaku Karen disetujui oleh negara.
Kelemahan ;

-   Tidak dapat menjelaskan jika ada negara yang tidak setuju apakah HI tidak lagi mengikat.
-   Tidak dapat menjelaskan jika ada negara baru tetapi langsung terikat oleh HI
-   Tidak dapat menjelaskan mengapa ada hokum kebiasaan.
-   Kemauan negara hanya Facon De Parler (perumpaan).
-   Berlakunya hI tergantung dari society of state.
Kelebihan   :
-   Praktek-praktek negara dan hanya perautran-peraturan yang benar-benar ditaati yang menjadi HI.

3.   Teori Aliran Madzab Viena
kekuatan mengikat HI bukan kehendak negara melainkan norma hokum yang merupakan dasar terakhir ; Grudnorm.
Kekeuatan mingikat HI didasarkan pada suatu kaidah yang lebih tinggi lagi dst.
“Pacta Sunt Servanda” sebagai kaidah yang paling tinggi (Hans Kelsen).
Kelemahan :
-   Tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar itu mengikat.
4.  Teori Aliran Madzhab Perancis.
Kekuatan mengikatnya HI dihubungkan dengan kenyataan – kenyataan hidup manusia.
HI mengikat karena factor biologis, social, sejarah, atau fakta kemasyarakatan, Tokoh : Fauchile, Scelle, Leon Duguit.
Persoalan yang dihadapi manusia sama dengan persoalan negara-negara.


1. 2.   Pengertian / Batasan dan istilah
Hukum Internasional yang dimaksud disini adalah Hukum Internasional Publik (International Publik Law).

1.2.a. Istilah HI
-   Indonesia           :  Hk. Bangsa-bangsa, Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar   
                                          Negara.
-   Inggris                     :  International Law, common Law, Law of mankind, Law
                                          of Nation, Transnational Law (Inggris).
-  Perancis      :  Droit de gens
-  Belanda      :  Voelkenrecht.
-  Jerman      :  Woelkrrecht.
-  Romawi      :  Ius Gentium, Ius Inter Gentes.

1.2.b. Asal-usul istilah HI
Prof. Dr. Mochtar Kusumaadmadja, mangatakan bahwa aneka ragam istilah Hi itu bermula dari. Hk. Romawi, yang dikenal denga ius gentium, yang berarti :
-   Hukum antar bangsa-bangsa Romawi.
-   Orang Romawi dan bukan orang Romawi
-   Orang bukan Romawi satu sama lainnya.
Baru kemudian, orang membedakan antara hubungan kesatuan-kesatuan publik (kerajaan dan republik) dengan hubungan antar individu, dengan ius inter gentes.
Dari istilah ius inter gentes kemudian lahirlah istilah Hk. Bangsa-bangsa,
Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar  Negara. Kemudian lahirlah istilah HukumI (publik) yang mejadi cabang ilmu Hukum yang berdiri sendiri.

1.2.b. Persamaan dan perbedaan istilah HI dengan Hk. Bangsa-bangsa, Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar  Negara.

1.1.b. (1)  Persamaan
-   Semuannya bersumber pada hukum Romawi.
-   Persamaan landasan sosiologis : Masyarakat Internasional, Masyarakat bangsa-bangsa.
-   Persamaan subyek dan sumbernya   :  negara.

1.1.b (2)  Perbedaan.
-   perbedaan istilah dan bahasa yang digunakan oleh setiap negara.
-   Perbedaan istilah menunjukakan tingkat perkembangannya :
-   Ius Gentium – Ius Inter Gentes --  Hk. Bangsa-bangsa,--Hk. Antar Bangsa -- Hk. Antar Negara.— HI.
-      Hukum bangsa –bangsa   : menunjukan pada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku dalam hubungan raja-raja pada zaman dahulu.
-      Hukum Antar bangsa    :  menunjukkan     kompleksitas kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan antar anggota masayarkat bangsa-bangsa atau negara yang kita kenal sejak meunculnya negara dalam bentuknya yang modern (nation satte).
-      HI         : menunjukan pada kaidah-kaidah dan asas-asas hukum, selain mengatur hubungan antara negara, menga

1.1..c.(3).   Perbedaan terletak pada skope hubungan yang diatur;
Hk. Bangsa-bangsa   : mengatue hubungan antar bangsa
Hk. Antar Negara      : mengatur hubungan anatar negara dengan negara (bangsa dalam bentuk negara)
Hk Internasional      :  mengatur  yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, antara subyek hokum bukan negara dengan negara, anatar subyek hokum bukan negara satu dengan yang lain.

5.   Sifat perkembangan / pertumbuhan HI dibandingkan istilah yang lain menunjukakan suatu perubahan yang radikal ke arah pembentukkan suatu hokum Internasional yang benar-benar universal.

Kenapa istilah Hukum Internasional yang kemudian di pakai termasuk dalam perkuliahan ini ?
Alasan :
a.   Istilah HI paling mendekatai kenyataan dengan sifat-sifat hubungannya dan masalah-malash yang menjadi obyek bidang hokum ini, yang dewasa ini tidak hanya terbatas pada hubungan antar bangsa atau antar negara saja, seperti yang dilaksanakan oleh istilah Hk. Anatar bangsa dan hk. Anatar negara.
b.   Istilah HI dalam penggunaannya tidak menimbulkan keberatan di kalanagan para sarjana, karena telah lazim dipakai orang untuk segala peristiwa yang melintasi batas-batas negara.
c.   Penggunaan istilah HI secara tidak langsung menunjukkan suatu taraf perkembangan tertentu dalam bidang HI (sebagai perkembangan mutakhir).

1.2.   Pengertian dan batasan HI
1.2.1.  Pengertian menurut para sarjana

a.   Pandangan klasik   : “system Hk. yang mengatur  hubungan negara-negara.”
b.   Prof. Hyde       :  “sekumpulan hukum, yang sebagaian besar terdiri dari asas-asas dan peraturan-peraturan tingkah laku yang mengikat negara-negara, karena itu biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara satu sama lian.”
c.   J.L. Brierly       :  “ himpunan kaidah-kaidah dan asas-asas tindakan yang mengikat bagi negara-negara beradab dalam hubungan mereka satu sama liannya.”
d.   Oppenheim      : “International law is the name of the body of customary and treaty rules which are of considered legally binding by states in their intercource which each other”.
e.   Max Rosense      :”International law is a strict term of art, connoting that system of law whose primary function it is to regulate the relation of stateswhic one another “.
e. G. Schwarzenberger   : “ International law is the body of legal rules binding upon sovereign state and such other en tities as have been granted International personality”.
f.  Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH.,L.L.M.    : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara antara:
(1)   NEGARA dengan NEGARA;
(2)   NEGARA dengan SUBYEK HUKUM LAIN BUKAN NEGARA;
(3)   SUBYEK HUKUM BUKAN NEGARA satu dengan YANG LAIN.






1.2.2.  Pengertian HI Publik dan HI Perdata

HI Publik (HI)      : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang bukan bersifat perdata”.
H Perdata Internasional   : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang berfat perdata”

1.2.2.a.  Persamaan
Keduanya mengatur hubungan-hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara.

 1.2.2.b.  Perbedaan
•   Perbedaan keduanya terletak pada : sifat hubungna/ persoalan dan obyek yang diaturnya.
•   Cara membedakan berdasarkan sifat dan obyeknya adalah tepat, dari pada membedakan berdasarkan pelaku-pelaku (subyeknya), yaitu dengan mengatakan HI Publik mengatur hubungan atara negara, sedangkan H Perdata Internasional mengatur hubungan orang-perorang.
WHY ?
Alasan :
a.   Negara dapat saja menjadi sunyek Hperdata Internasional, dan perorangan dapat saja menjadi subyek HI.
b.   Batasan yang bersifat negatif lebih tepat karena ukuran publik memang sering kali sukar dicari bats-batasnya.
c.   Dewasa ini persoalan Internasional tidak semuannya merupakan persoalan antar negara; persoalan perseoranga dapat dikatakan persoalan negara (pelanggaran pidana  Konvensi Jenewa 1949).
d.   Persoalan yang menyangkut “perseorangan” yang demikian tidak dapat dimasukkan dalam bidang Tata Usaha Negara atau Pidana Internasional, dan bukan merupakan persoalan perdata Internasional.




1. Sumber Hukum Formal Bagi Hukum Internasional

Sumber hukum formal adalah faktor yan gmenjadikan suatu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum. Sumber hukum formal bagi hukum internasional sebagai berikut.
A. Perjanjian Internasioanl (Treaty)
Perjanjian internasional ada dua macam.
(1) Law Making Treaties
Law making treaties adalah perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan hukum internasional yang berlaku umum. Law making treaties ini menetapkan ketentuan-ketentuan hukum perjanjian internasional (treaty rules). Law making treaties juga disebut international legislation. Contoh law making treaties sebagai berikut.
(a) Konvensi Perlindungan Korban Perang Jenewa Tahun 1949.
(b) Konvensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1958.
(c) Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik.
(d) Konvensi Wina Tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler.
(2) Treaty Contract
Treaty contract menetapkan ketetuan hukum internasional yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi pihak-pihak tersebut. Ketentuan hukum internasional yang menetapkan treaty contract hanya untuk hal khusus dan tidak dimaksudkan berlaku umum. Namun dalam beberapa hal dapat berlaku secara umum melalui kebiasaan,yaitu jika ada pengulangan, ditiru oleh treaty, dan sebagai hukum internasional kebiasaan.
B. Kebiasaan Internasional
Kebiasaan internasional menetapkan ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan internasional (international costomary rules). Kabiasaan menurut pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional adalah kebiasaan yang terbukti dalam praktik umum dan diterima sebagai hukum.
Contoh kebiasaan internasional adalah penyambutan tamu dari negara-negara lain dan yang mengharuskan menyalakan lampu bagi kapal yang berlayar pada malam hari di laut bebas untuk menghindar tabrakan.
Semula ketentuan tentang menyalakan lampu kapal tersebut ditetapkan oleh pemerintah Inggris, tetapi kemudian diterima umum sebagai hukum kebiasaan internasional.
Badan peradilan banyak berperan dalam menetapkan ketentuan hukum kebiasaan internasional. Adapun badan-badan peradilan yang menetapkan ketentuan hukum kebiasaan internasional sebagai berikut.
(1) Peradilan Internasional
Peradilan internasional dapat dibedakan :
(a) bersifat umum, misalnya The International Court of Justice (ICJ); dan
(b) Bersifat sementara, misalnya Mahkamah Militer Internasional.
(2) Peradilan Nasional
Putusan peradilan nasional dapat menjadi sumber hukum internasional melalui berikut ini :
(a) Preseden (precedent), yaitu putusan peradilan nasional suatu negara yang ditiru atau dicontoh dalam praktik hukum internasional.
(b) Kebiasaan, yaitu proses pembuatan suatu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum, tetapi tidak memenuhi persyaratan yang berlaku bagi perundang-undangan.
(3) Abitrase Internasional
Lembaga abitrase internasional bersifat tidak tetap. Lembaga ini ada jika dikehendaki oleh para pihak. Dalam menyelesaikan masalah, lembaga abitrase cenderung menempuh cara kompromi.
C. Prinsip Hukum Umum
Yang dimaksud disini ialah dasar-dasar sistem hukum pada umumnya yang berasal dari asas hukum Romawi. Menurut pendapat Sri Seianingsih Suwardi,S.H., fungsi dari prinsip-prinsip hukum umum ini terdiri dari hal-hal sebagai berikut.
(1) Sebagai pelengkap dari hukum kebiasaan dan perjanjian internasional. Contoh: Mahkamah Internasional tidak dapat menyatakan non liquet, yaitu tidak dapat mengadili karena tidak ada hukum yang mengaturnya. Tetapi dengan sumber ini Mahkamah Internasional bebas bergerak.
(2) Sebagai penafsiran bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Jadi kedua sumber hukum itu harus sesuai dengan asas-asas hukum umum.
(3) Sebagai pembatasan bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Contoh, perjanjian internasional tidak dapat memuat ketentuan yang bertentangan dngan asas-asas hukum umum.
D. Karya Yuridis (Yuristic Work)
Karya yuridis bukan merupakan sumber hukum yang independen, tetapi hanya sebagai pelengkap atau penjelasan hukum internasional, yaitu berupa analisis secara umum terhadap peristiwa-peristiwa tertentu.
E. Keputusan-Keputusan Organ/Lembaga Internasional (Decisions of The Organs of International Institution)
Keputusan-keputusan organ atau lembaga internasional pada prinsipnya hanya mengikutinegara-negara anggota, tetapi dapat berlaku secara umum. Misalnya: Universal Declaration of Independent.
F. Yurisprudensi (Keputusan Pengadilan) Dan Pendapat Ahli Hukum Internasional
Yurisprudensi internasional (judicial decisions) dan pendapat ahli hukum internasional merupakan sumber hukum tambahan yang digunakan untuk membuktikan dipakai tidaknya kaidah hukum internasional berdasarkan sumber hukum primer, seperti perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip hukum umum dalam menyelesaikan perselisihan internasional. Walaupun bersifat tidak mengikat, yang berarti tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum, mamun tetap memiliki pengaruh besar dalam perkembangan hukum internasional.

2. Sumber Hukum Material bagi Hukum Internasional

Sumber hukum material adalah faktor yang menentukan isi ketentuan hukum yang berlaku. Sumber hukum material bagi hukum internasional adalah prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuan hukum internasional yang berlaku. Prinsip-prinsip tersebut misalnya, bahwa setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti rugi dan korban perang harus diperlakukan manusiawi.
Diantara prinsip-prinsip tersebut ada yang berlaku memaksa. Prisnip ini disebut ius cogens. Prinsip yang berlaku memaksa misalnya, perjanjian harus ditaati (pacta sunt servanda). Berlakunya prinsipini tidak dapat disimpangi oleh ketentuan hukum internasional yang ditetapkan kemudian dan tidak dapat diubah oleh prinsip hukum internasional yang sifatnya tidak sama.
Subjek hukum internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan internasional. Adapun subjek hukum internasional adalah sebagai berikut.
1. Negara
Negara dinyatakan sebagai subjek hukum internasional yang pertama karena kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan hubungan internasional adalah negara. Aturan-aturan yang disediakan masayarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabilamereka saling mengadakan hubungan. Adapun negara yang menjadi subjek hukum internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat, dan tidak merupakan bagian dari suatunegara, artinya negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.
2. Tahta Suci (Vatican)
Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan.
Walaupun bukan suatu negara, Tahta Suci mempunyai kedudukan sama dengan negara sebagai subjek hukum internasional. Tahta Suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang kedudukannya sejajar sengan wakil-wakil diplomat negara-negara lain.
3. Palang Merah Internasional
Organisasi Palang Merah Internasional lahir sebagai subjek hukum internasional karena sejarah. Kamudian, kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi palang merah tentang perlindungan korban perang.
4. Organisasi Internasional
Organisasi internasional dibagi menjadi sebagai berikut.
a. Organisasi Internasional Publik atau Antarpemerintah (Intergovernmental Organization)
Organisasi internasional publik meliputi keanggotaan negara-negara yang diakui menurut salah satu pandangan teori pengakuan atau keduanya. Prinsip-prinsip keanggotaan organisasi internasional adalah sebagai berikut.
(1)   Prinsip Universitas (University)
Prinsip ini dianut PBB termasuk badan-badan khusus yang keanggotaannya tidak membedakan besar atau kecilnya suatu negara.
(2)   Prinsip Pendekatan Wilayah (Geographic Proximity)
Prinsip kedekatan wilayah memiliki anggota yang dibatasi pada negara-negara yang berada di wilayah tertentu saja. Contohnya, ASEAN meliputi keanggotaan negara-negara yang ada di Asia Tenggara.
(3)   Prinsip Selektivitas (Selectivity)
Prinsip selektivitas melihat dari segi kebudayaan, agama, etnis, pengalaman sejarah, dan sesama produsen. Contohnya Liga Arab, OPEC, Organisasi Konferensi Islam, dan sebagainya.
b. Organisasi Internasional Privat (Private International Organization)
Organisasi ini dibentuk atas dasar mewujudkan lembaga yang independen, faktual atau demokratis, oleh karena itu sering disebut organisasi nonpemerintahan (NGO = Non Government Organization) atau dikenal dengan lembaga swadaya masyarakat yang anggotanya badan-badan swasta.
c. Organisasi Regional atau Subregional
Pembentukan organisasi regiona maupun subregional, anggotanya didsarkan atas prinsip kedekatan wailayah, seperti : South Pasific Forum, South Asian Regional Cooperation, gulf Cooperation Council, dan lain-lain.
d. Organisasi yang bersifat universal
Organisasi yang bersifat universal lebih memberikan kesempatan kepada anggotanya seluas mungkin tanpa memandang besar kecilnya suatu negara.
5. Orang Perorangan (Individu)
Setiap individu menjadi subjek hukum internasional jika dalam tindakan yang dilakukannya memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehidupan masyarakat dunia.
6. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dalam keadaan tertentu.
a)      Menentukan nasibnya sendiri,
b)      Memilih sendiri sistem ekonomi, politik, dan sosial,
c)      Menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.



HUKUM INTERNASIONAL

DEFINISI HUKUM
1.       ALIRAN SOSIOLOGIS (Roscoe Pound)
a.       Hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya, atau tata sosial, atau tata ekonomi
b.      Harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi hubungan mereka atau menentukan tingkah laku mereka 
2.       ALIRAN REALIS
a.       Apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan
b.      Kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan. Dengan perkataan lain, hukum terdiri dari aturan-aturan yang diakui dan dilaksanakan pada pengadilan
3.       ALIRAN ANTROPOLOGI
a.       Setiap aturan tingkah laku yang mungkin diselenggarakan oleh pengadilan
b.      Keseluruhan gudang-aturan di atas mana para hakim mendasarkan putusannya
c.       Merupakan himpunan kewajiban-kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam pranata hukum  
4.       ALIRAN HISTORIS
a.       Keseluruhan hukum sungguh-sungguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan
b.      Berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga negara
5.       ALIRAN HUKUM ALAM
a.       Hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspressikan bentuk dari konstitusi; hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan dan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar
b.      Hukum adalah suatu aturan atau ukuran dari tindakan-tindakan, dalam hal mana manusia dirangsang untuk bertindak atau dikekang untuk tidak bertindak
6.       ALIRAN POSITIVIS
a.       Hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, dimana otoritasnya merupakan otoritas tertinggi
b.      Hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia


INTERNASIONAL (HUKUM)
1)      Melewati batas wilayah suatu negara
2)      Hubungan antara negara dengan negara
3)      Hubungan antara negara dengan subyek hukum bukan negara
4)      Hubungan antara subyek hukum bukan negara dengan subyek hukum bukan negara yang lain
SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL
-          Mulai ada pada abad XVI
  1. Yunani : antar negara kota (Inter – Municipal)
  2. Romawi : antar bangsa-bangsa (Romawi – Non Romawi)
-          Abad XVII – XVIII
1.       Eropa (Perjanjian Westphalia)
-          Abad XIX
  1. Banyak negara baru
  2. Kemajuan teknologi
  3. Penulis aktif
-          Abad XX
1.       Terbentuk organisasi internasional

Istilah hukum internasional yang sering digunakan :
1.       Hukum Bangsa-Bangsa
2.       Hukum Antar Bangsa
3.       Hukum Antar Negara
PENGERTIAN BANGSA & NEGARA
Ø  Bangsa : adalah  sekelompok orang yang merasa senasib, karena memiliki  kesamaan keturunan , adat, bahasa dan sejarah serta memiliki tujuan bersama

Ø  Negara :  Negara adalah 
-          Negara adalah  organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu. (G. Jelinek)
-          Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri (Kranenburg)
-          Negara adalah alat (agency) atau wewenang atau authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. (Roger F Soltau)
1.        PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL
Hukum in ternasional adalah Sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang perilaku yang harus di taati dalam hubungan-hubungan antar mereka satu dengan yang lainnya dalam konteks internasional (lintas negara)
2.       LINGKUP HUKUM INTERNASIONAL
  1. Hubungan antar Organisasi Internasional
  2. Hubungan peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga negara / organisasi internasional
  3. Hubungan antar negara

3.       PENDAPAT PARA AHLI TENTANG HUKUM INTERNASIONAL
A.      PENDAPAT JOHN AUSTIN
a)      Hukum Internasional adalah “bukan hukum”, melainkan hanya “moral saja”
b)      Hukum Internasional tidak memiliki lembaga legislatif sebagai lembaga yang bertugas membuat hukum
c)       Hukum Internasional tidak memiliki lembaga eksekutif sebagai lembaga yang melaksanakan hokum
d)      Hukum Internasional juga tidak memilki lembaga yudikatif sebagai lembaga yang menegakkan hukum
e)      Hukum Internasional juga tidak memiki polisional sebagai lembaga yang mengawasi jalanya atau pelaksanaan hukum
B.      PENDAPAT HANS KELSEN
a)      Jika terdapat negara yang melanggar hukum internasional maka tidak ada kekuasaan apapun yang dapat memberikan sanksi kepada negara tersebut. Negara mau mentaati atau tidak terhadap ketentuan internasional itu adalah terserah dari negara yang bersangkutan.
b)      Jadi hukum internasional tidak tepat dikatakan sebagai hukum melainkan hanya norma saja atau adat istiadat saja


v  SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL
a.        NEGARA
b.        ORGANISASI INTERNASIONAL
c.        INDIVIDU
v  SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
A.      Sumber hukum utama/primer :

Ø  PERJANJIAN INTERNASIONAL
Dibedakan menjadi :
  1. Law Making Treaties
                Adalah perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan hukum internasional yang berlaku umum
                Contoh :
                - Konvensi Perlindungan Korban Perang Jenewa Tahun 1949.
                - Konvensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1958.
                - Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik.
                - Konvensi Wina Tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler.
  1. Treaty Contract
                Menetapkan ketentuan hukum internasional yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi pihak-pihak tersebut
Ø  KEBIASAAN INTERNASIONAL
·         Kebiasaan internasional menetapkan ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan internasional (international customary rules)
·         Kebiasaan menurut Piagam Mahkamah Internasional pasal 38 ayat (1) adalah kebiasaan yang terbukti dalam praktik umum dan diterima sebagai hukum
Contoh : penyambutan tamu dari negara-negara lain dan yang mengharuskan menyalakan lampu bagi kapal yang berlayar pada malam hari di laut bebas untuk menghindari tabrakan
                   (Semula ketentuan tentang menyalakan lampu kapal tersebut ditetapkan oleh pemerintah Inggris, tetapi kemudian diterima umum sebagai hukum kebiasaan internasional)



Ø  PRINSIP-PRINSIP HUKUM UMUM
                Yaitu prinsip-prinsip umum hukum nasional yang dapat mengisi kekosongan dalam hukum internasional
                Misal :
                - Nullum Delictum, Nulla poena sine praevia lege poenali (asas legalitas)
                - Pacta Sunt Servanda (mengikatnya perjanjian)

B.      Sumber hukum tambahan/subsidier :
Ø  Keputusan pengadilan
Ø  Ajaran para sarjana terkemuka          

v  ORGANISASI INTERNASIONAL
a)      Legislatif (pembuat peraturan) Digantikan oleh kesepakatan-kesepatan yang dibuat oleh dan diantara subyek hukum Internasional baik yang bersifat bilateralatau multilateral
b)      Yudikatif (penegak hukum) Mahkamah  Internasional  maupun Arbitrase Internasional
c)       Eksekutif (pelaksana hukum) Subyek hukum internasional (para pihak)
v  BADAN PERADILAN INTERNASIONAL
(1) Peradilan Internasional Peradilan internasional dapat dibedakan :
(a) Bersifat umum misalnya The International Court of Justice (ICJ)
(b) Bersifat sementara misalnya Mahkamah Militer Internasional
(2) Abitrase Internasional
                Lembaga abitrase internasional bersifat tidak tetap. Lembaga ini ada jika dikehendaki oleh para pihak. Dalam menyelesaikan masalah, lembaga abitrase cenderung menempuh cara kompromi




                                                                
HUKUM INTERNASIONAL VS HUKUM NASIONAL
  1. Hk. Internasional mengatur individu secara kolektif, Hk. Nasional mengatur individu perseorangan
  2. Hk. Nasional tidak mempengaruhi kewajiban negara di tingkat internasional
  3. Hk. Internasional tidak mengabaikan Hk. Nasional
HUKUM INTERNASIONAL vs  HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
1.  perbedaan
Ø  Subyek Hukum :
                Hk. Internasional è Negara / mewakili Negara
                Hk. Perdata Internasional è Individu
Ø  Ditinjau dari urusan yang diatur oleh para pihak
                Hk. Internasional è urusan yang bersifat publik
                Hk. Perdata Internasional è urusan yang bersifat perdata                          
Ø  Ditinjau dari definisinya
  1. Hukum Internasional
                “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang bukan bersifat perdata”
b.      Hukum Perdata Internasional
                “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang bersifat perdata”
2.       Persamaan : Keduanya mengatur hubungan-hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (Pasal 33 Piagam PBB)
1.       NEGOSIASI
  1. Para pihak yang bersengketa melakukan dialog (bilateral/multilateral
  2. Tanpa melibatkan pihak ketiga
2.       PENYELIDIKAN (ENQUIRY)
PBB membentuk sebuah Badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta yang ada di lapangan
3.       MEDIASI
  1. Melibatkan pihak ketiga (mediator)
  2. Terjadi karena para pihak yang bersengketa setelah melakukan negosiasi tidak menemukan jalan keluar/kesepakatan (deadlock)
  3. Mediator harus netral dan independen
  4. Mediator tidak terikat pada hukum acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada
  5. Keputusan tidak bersifat mengikat
4.       ARBITRASE
  1. Diselesaikan melalui badan arbitrase yang telah terlembaga / badan arbitrase ad hoc
  2. Sifat putusan pada prinsipnya adalah final dan mengikat
5.       KONSILIASI
  1. Hampir menyerupai cara mediasi
  2. Konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal dibandingkan dengan mediasi
  3. Melibatkan komisi konsilisasi
  4. Komisi konsiliasi mendengarkan keterangan secara lisan dari para pihak dan mengumpulkan fakta
  5. Komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa
6.       JUDICAL SETTLEMENT
  1. Menyelesaikan sengketa di Pengadilan Internasional
  2. Keputusan bersifat mengikat



1 komentar: